Rabu, 20 Februari 2013

Original Posted By rorotonggang


Simbol khas Bukittinggi dan Sumatera Barat ini memiliki cerita dan keunikan dalam perjalanan sejarahnya. Hal tersebut dapat ditelusuri dari ornamen pada Jam Gadang. Pada masa penjajahan Belanda, ornamen jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan.
Pada masa penjajahan Jepang , ornamen jam berubah menjadi klenteng. Sedangkan pada masa setelah kemerdekaan, bentuknya ornamennya kembali berubah dengan bentuk gonjong rumah adat Minangkabau .
Angka-angka pada jam tersebut juga memiliki keunikan. Angka empat pada angka Romawi biasanya tertulis dengan IV, namun di Jam Gadang tertera dengan IIII.
Dari menara Jam Gadang, para wisatawan bisa melihat panorama kota Bukittinggi yang terdiri dari bukit, lembah dan bangunan berjejer di tengah kota yang sayang untuk dilewatkan.
Saat dibangun biaya seluruhnya mencapai 3.000 Gulden dengan penyesuaian dan renovasi dari waktu ke waktu. Saat jaman Belanda dan pertama kali dibangun atapnya berbentuk bulat dan diatasnya berdiri patung ayam jantan.
Sedangkan saat masa jepang berubah lagi dengan berbentuk klenteng dan ketika Indonesia Merdeka berubah menjadi rumah adat Minangkabau.
Setiap hari ratusan warga berusaha di lokasi Jam Gadang. Ada yang menjadi fotografer amatiran, ada yang berjualan balon, bahkan mencari muatan oto (kendaraan umum) untuk dibawa ke lokasi wisata lainnya di Bukittinggi.
“Jam Gadang ini selalu membawa berkah buat kami yang tiap hari bekerja sebagai tukang foto dan penjual balon di sini. Itu sebabnya jam ini menjadi jam kebesaran warga Minang,” ujar Afrizal, salah seorang tukang potret amatir di sekitar Jam Gadang.
Untuk mencapai lokasi ini, para wisatawan dapat menggunakan jalur darat. Dari kota Padang ke Bukittinggi, perjalanan dapat ditempuh selama lebih kurang 2 jam perjalanan menggunakan angkutan umum. Setelah sampai di kota Bukittinggi, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkutan kota ke lokasi Jam Gadang.

Lebih Jauh Tentang Jam Gadang:




Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26 meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang hanya berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement
dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh karena ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok dengan sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.
Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi misteri.
Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka tersebut malah membuat Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan menggugah tanda tanya setiap orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan memperhatikannya. Bahkan uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah ini sebuah patron lama dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang
lainnya. Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat aneh tersebut ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang menjadi tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat orang tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah jam tersebut selesai. Masuk akal juga, karena jam tersebut diantaranya dibuat dari bahan semen putih dicampur putih telur.
Jika dikaji apabila terdapat kesalahan membuat angka IV, tentu masih ada kemungkinan dari deretan daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini tampaknya perlu dikesampingkan.
Sebagai jam hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota), dan dibuat ahli jam negeri Paman Sam Amerika, kemungkinan kekeliruan sangat kecil. Tapi biarkan saja misteri tersebut dengan berbagai kerahasiaannya.

Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.

Sekarang balik lagi ke angka Romawi empat, apakah pembuatan angka empat yang aneh itu disengaja oleh pembuatnya, juga tidak ada yang tahu. Tapi yang juga patut dicatat, bahwa Jam Gadang ini peletakan batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam tahun, putra pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di Bukittinggi ketika itu.

Ketika masih dalam masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang dengan megahnya patung seekor ayam jantan. Namun saat Belanda kalah dan terjadi pergantian kolonialis di Indonesia kepada Jepang, bagian atas tersebut diganti dengan bentuk klenteng. Lebih jauh lagi ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan diganti gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau.





KEINDAHAN JAM GADANG

Spoiler for keindahan jam gadang


Spoiler for keindahan jam gadang


Spoiler for keindahan jam gadang


Spoiler for keindahan jam gadang


Spoiler for keindahan jam gadang

kerajinan sumbar.


Warna kain yang cerah dan motif rumit dianyam dengan cantik oleh tangan-tangan trampil orang Minangkabau. Sumatera Barat memiliki reputasi yang cemerlang dan sudah terkenal di seluruh Nusantara sebagai tempat kerajinan tangan yang indah ini.
Kain Minangkabau dikenal dengan nama kain songket. Kain tenun songket menggunakan benang emas dan perak untuk menciptakan pola pada bahan sutra atau katun. Pola tersebut terinspirasi dari alam seperti motif bunga dan pemandangan gunung.
Minangkabau juga terkenal dengan bordirnya yang cantik. Kain ini mencerminkan pengaruh cina. Pakaian pernikahan Minang contohnya, kaya akan bordir pada bahan satin warna merah dan hitam dengan gaya dan tradisi China. Wisatawan yang datang ke Minangkabau bahkan secara khusus datang untuk berburu pakaian dan dekorasi pernikahan Minangkabau ini. Kain indah berbordir sarong dan selendang merupakan souvenir sempurna untuk Anda bawa pulang saat berkunjung ke Sumatera Barat.
Minangkabau juga terkenal dengan peraknya. Perhiasaan Filigree dirancang dan dibuat dengan keterampilan khusus di sini. Ada banyak desa di sekitar Bukittinggi mendalami kerajinan perak ini dan Anda bisa membeli beberapa kerajinan perak yang menarik hati.
Apabila Anda tertarik untuk belajar kerajinan Sumatera Barat atau ingin berbelanja beberapa souvenir maka datanglah ke Pandai Sikat, sebuah kota yang terkenal dengan tenun songket dan ukiran kayu. Nama Pandai Sikat diterjemahkan secara harfiah sebagai 'pengrajin pintar'. Desa kecil ini terletak 13 km dari Bukittinggi dan dapat dicapai dengan opelet (bus lokal) dari terminal bus Aur Kuning.

kerajinan minang

Kerajinan dan Cinderamata Sumatera Barat

Bordir

Sumatera Barat
sangat Bordirterkenal dengan bordirannya, terutama pada mukena, jilbab, baju kurung, baju koko, dan lain-lain. Bukittinggi adalah sentra industri border di wilayah ini. Bordiran daerah ini telah dipasarkan di berbagai daerah Indonesia umumnya, Jakarta khususnya, terutama di Pasar Tanah Abang.
Yang paling dikenal yaitu Bordir Kerancang halus khas Bukittinggi adalah bordiran halus dengan “lubang lubang” yang terbentuk dari jalinan benang bordir. Lubang-lubang inilah yang disebut dengan kerancang. Pembuatan kerancang ini adalah suatu proses yang rumit serta menyita waktu. Seorang pembordir harus memperhitungkan “tarikan” benang ke kain ( bahan dasar ). Apabila tarikan benang terlalu tegang, maka kain disekitar kerancang akan “mengkerut”. Bordir KerancangApabila tarikan benang kurang tegang, maka jalinan kerancang akan tidak “padat” dan “rapat”, serta mudah putus karena ketegangan benang bordir tidak sama.
Karena kerumitan pembuatan bordir kerancang halus khas Bukittinggi ini, maka disebut orang bukan sekedar bordiran biasa, tapi sebagai karya seni (piece of art), yang sangat layak pakai dan bisa juga digunakan sebagai hiasan rumah.


Sulaman
Sulaman sebagai salah satu hasil kerajinan tangan Minang sudah diakui dan diminati di negara ini dan bahkan sampai keluar negeri. Setiap orang yang datang ke Sumatera Barat memimpikan bisa membawa pulang buah tangan berupa kain sulaman. Mulai dari hiasan dinding, taplak meja, sampul bantal, sendal, jilbab, mukenah dan berbagai jenis dan motif pakaian muslim/muslimah.
Diantara sekian banyak jenis sulaman di Sumatera Barat, masih bisa kita temukan sulaman tradisional Ampek Angkek, sebuah kecamatan di Kota Bukittinggi. Sulaman ini merupakan sulaman tradisional yang dibawa masuk ke Ampek Angkek pada era 1880-an oleh pedagang arab bernama Khadijah dan Maryam. Slaman ini kemudian diajarkan pada masyarakat setempat.
Tak seperti sulaman lainnya, sulaman Ampek Angkek tidak bisa dilakukan dengan mesin, karena rumitnya motif yang dibutuhkan. Hal tersebut telah diakui oleh pemerintah Jepang di Istana Gubernur yang menawarkan bantuan teknologi untuk membuat sulaman ini. Bahkan Jepang 'menyerah, akibat belum ada teknologi mesin yang mampu menggantikan kerja manusia pembuat sulaman.


Tenunan Pandai Sikek
Pandai Sikek adalah daerah pengrajin tenunan buatan tangan di Sumatera Barat. Benang katun dan emas ditenun dengan tangan di atas alat yang disebut panta, menghasilkan kain balapak atau kain bacatua yang dipakai Pai Baralek, yaitu pada pesta perkawinan dan pada setiap upacara adat. Dengan kata-kata adat Minangkabau diabadikan dalam nama-nama motifnya, dahulunya kain tenun ini merupakan pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti.
Kepandaian menenun masyarakat daerah Pandai Sikek terus dikembangkan turun temurun hingga saat ini. Motif-motif tenunan ratusan tahun lalu tetap diperthankan pembutanya hingga sekarang, sehingga membuat tenunan daerah ini sangat diminati oleh berbagai kalangan dalam dan luar negeri, walaupun harganya relatif mahal.
Produk kerajinan tenun songket Pandai Sikek tidak hanya terbatas pada berbagai macam pakaian seperti baju kurung dan destar, tetapi juga berbagai kelengkapan upacara adat dan perkawinan, seperti: kodek songket, saruang balapak, saruang batabua, selendang songket atau selendang batabua tingkuluak tanduak (tutup kepala wanita), dan sesamping (perlengkapan penghulu).
Songket Pandai Sikek jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai kesakralan tercermin dari pada pemakaiannya yang pada umumnya hanya digunakan pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan dan batagak gala (penobatan penghulu). Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah tenun songket yang bagus.

Tenunan Silungkang
Selain Pandai Sikek, Silungkang juga dikenal sebagai penghasil tenunan songket yang bagus. Tenunan Silungkang mempunyai kelebihan pada motif. Keistimewaan lain terdapat pada ragamny dan tentu saja karena masih buatan tangan (hand-made). Ada songket ikat, songket batabua, penuh, benang dua, dan songket selendang lebar. Keunikan itulah yang membuat songket Silungkang diminati pembeli dari Malaysia dan Singapura.
Kemahiran menenun ini tetap di pertahankan di Silungkang turun-temurun dan dewasa ini pengrajin tenun Songket Silungkang tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau kain saja. Akan tetapi, sudah merambah ke produk jenis lain, seperti: gambar dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi, bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja (“hemd”), tussor (bahan tenun diagonal), dan taplak meja polos. (Sumber: culture.melayuonline.com)
Pada tahun 1910 Songket Silungkang telah berkiprah di gelanggang Internasional pada Pekan Raya Ekonomi yang berlangsung di Brussel ibukota Belgia. Yang mendemonstrasikan cara bertenun pada waktu itu yaitu Ande BAENSAH dari Kampung Malayu, dan dikala itu hanya dua daerah penghasil Songket dari Indonesia yang ikut didalam Pekan Raya Ekonomi tersebut yaitu Silungkang dan Bali (Sumber: Tabloid Suara Silungkang – Edisi Kelima November 2007).

Kerajinan Perak & Songket Koto Gadang
Selain alam yang indah dan tatanan adat yang unik, Koto Gadang terkenal dengan karya seninya yang variatif. Jika Anda berkunjung ke ranah Minang, ini bias dilihat dari pelaminan masyarakat setempat, selain ukiran kayu dan kain songket, aksesoris emas dan perak selalu dipakai kedua mempelai.
Konon, Koto Gadang merupakan pusat budayawan dan sastrawan. Tokoh Pers Roehana Koeddoes, politikus dan tokoh pergerakan Haji Agus Salim, ahli ekonomi dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dan seniman lukis Oesman Effendi.
Tak heran jika kerajinan peraknya pun memiliki brand image yang mendunia sejak 1911. Perhiasan, aksesori pakaian, pajangan hingga miniatur rumah Minang yang terbuat dari perak, tersedia di sini dengan bahan yang lebih halus dari buatan Jawa.
Keunikan lainnya, Perak Koto Gudang warnanya tidak mengkilat dalam nuansa putih susu yang elegan. Sangat sesuai jika diseragamkan pakaian songket untuk acara resmi terutama pernikahan.
Selain kerajinan perak, songket dan sulaman merupakan karya seni lain yang berasal dari Koto Gadang dan merupakan songket tenunan tangan terhalus di dunia. Motif songket dan sulaman yang berasal dari Koto Gadang memang terlihat lebih indah dan cerdas.


Batik Tanah Liek
Sejak lama, Tanah Minang atau Sumatra Barat terkenal dengan bordir dan sulamannya. Namun, sesungguhnya Tanah Minang masih menyimpan satu jenis kain yang tidak kalah indahnya. Kain itu dikenal dengan sebutan ”batik tanah liek”.
Kalau dilihat sekilas, batik tanah liek tidak jauh berbeda dengan batik umumnya. Misalnya, batik Solo. Warna dasar batik kebanyakan berwarna cokelat. Motifnya pun agak mirip. Namun, batik tanah liek punya keunikan tersendiri.
”Tanah liek dalam bahasa Minang (Padang) berarti tanah liat. Jadi, batik tanah liek artinya batik tanah liat. Tanah liat di sini digunakan sebagai media perendam. Prosesnya, kain yang telah dilukis oleh malam (lilin), biasanya direndam dahulu dalam cairan pewarna. Gunanya untuk menghasilkan warna yang kita inginkan. Setelah kering, kain dicelup ke dalam air panas untuk menghilangkan lilinnya. Nah, dalam pembuatan batik tanah liek, cairan pewarna untuk merendam kain adalah larutan air dari tanah liat. Biasanya proses perendaman dengan air tanah liat ini berlangsung selama seminggu. Hasilnya, kain batik memiliki warna dasar cokelat tanah. Itulah bedanya.
Sebenarnya, motif batik tanah liek mirip dengan batik umumnya. Misalnya, ada yang mirip dengan motif batik pesisir. Motifnya burung hong, udang, dan tanaman.
Sumatra Barat, daerah yang masih menghasilkan batik ada di Kota Painan, Dharmasraya, Bukit Tinggi, dan Solok. Dahulu, batik tanah hanya dipakai oleh para datuk untuk upacara khusus. Para datuk memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum perempuan menyampirkan selendang itu di bahu. Caranya, ujung kain pertama dililit dua kali di bahu kiri. Ujung lainnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan. Kini, batik tanah liek bisa dipakai oleh siapa saja.

3 danau cantik disumbar

img

Pemandangan super cantik dari Danau Maninjau (Putri/detikTravel)

Jakarta - Sumatera Barat adalah keindahan yang menghampar dari dari pantai sampai gunungnya. Di tengah-tengah itu ada danau-danau cantik bak lukisan Sang Maha Pencipta. Datanglah dan jatuh cinta kepadanya!

Sumatera Barat adalah lukisan alam yang sempurna. Ada tiga danau cantik yang memiliki udara sejuk, dikelilingi perbukitan yang hijau, dan memiliki permukaan air seperti cermin. Disusun oleh detikTravel, Kamis (27/9/2012), berikut tiga danau cantik di Sumatera Barat yang menawan:

1. Danau Singkarak

Danau Singkarak adalah primadona di Sumatera Barat. Danau terbesar kedua di Sumatera setelah Danau Toba ini tersohor sebagai pusat aktivitas lomba balap sepeda internasional, Tour de Singkarak. Wisatawan asing sudah pasti mengenalnya.

Danau ini berada di wilayah dua kabupaten, yaitu Solok dan Tanah Datar. Danau seluas 1.000 hektar ini memiliki permukaan air yang tenang dan sungguh membawa suasana damai. Datanglah ke Danau Singkarak dan nikmatilah suasana yang asyik dengan berjalan-jalan di pinggirnya. Hamparan air yang biru akan terlihat sepanjang mata memandang dan memantulkan rona langit yang menawan hati.

Kalau suasana pinggir danau belum memuaskan Anda, sewalah perahu seharga Rp 100.000. Lantas, arungilah danau ini sepuas hati. Jangan lupa dengan kamera, karena Danau Singkarak terlalu sayang dilewatkan keindahannya begitu saja.

Danau ini memiliki ikan khas yaitu ikan bilih. Pastikan Anda menikmati masakan ikan bilih saat berkunjung ke Danau Singkarak. Ikan yang kecil ini rasanya garing dan renyah, sungguh menggugah selera.

2. Danau Maninjau

Presiden Soekarno dahulu pernah berkata, "Jangan datang ke Ranah Minang, kalau tak mampir ke Maninjau". Kecantikan Danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat ini, memang tiada dua.

Berada di ketinggian 500 mdpl, menjadikan udara di sekitar Danau Maninjau lumayan sejuk. Pegunungan dan hutan-hutan yang hijau menghampar di sekitar danaunya dan menambah indah pemandangan di sana.

Danau Maninjau dapat dinikmati secara gratis. Nikmatilah pesona Danau Maninjau yang tenang. Para wisatawan biasanya berfoto dengan latar Danau Maninjau untuk mengabadikan kenangan mereka di danau cantik ini.

Di sekitar danau terdapat beberapa cottage dan resor. Dengan kisaran harga ratusan ribu rupiah, Anda dapat berlama-lama menetap di dekat danau tersebut.

3. Danau Kembar

Danau Kembar merupakan danau yang unik di Sumatera Barat. Danau ini terdiri dari dua danau yang berbeda letaknya, yaitu Danau di Atas dan Danau di Bawah. Kedua danau ini memiliki pesona yang sama cantiknya.

Danau Kembar terletak di dekat Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Perjalanan ke sana memang tidak mudah. Traveler harus melewati jalan yang menanjak curam dan tikungan tajam. Jangan kuatir, udara segar, pemandangan sawah, dan perbukitan yang hijau akan mempesona Anda sepanjang perjalanan sampai tiba di Danau Kembar.

Pertama, Anda akan melewati dulu Danau di Bawah. Danau, bukit, kabut dan langit yang biru berpadu harmonis dan menghipnosis. Jangan ragu untuk berhenti di pinggir jalan untuk menikmati suasana dam memotret danau ini. Siap-siap dengan jaket, karena udaranya cukup dingin apalagi saat kabut datang.

Perjalanan belum selesai. Mampirlah ke Danau di Atas yang sama cantiknya dengan Danau di Bawah. Danau di Atas memiliki beberapa fasilitas berupa tempat makan atau menginap. Sedangkan Danau di Bawah masih alami.

Danau di Atas juga memiliki pemandangan dan suasana yang menyenangkan. Anda bisa menyewa perahu untuk mengitari danaunya. Selain itu, makan siang di pinggir danaunya juga akan menjadi pengalaman yang istimewa.

Tiga danau ini yang wajib dikunjungi para traveler kalau jalan-jalan ke Sumatera Barat. Keindahan danaunya dijamin membuat siapapun terpesona dan jatuh cinta. Buktikan sendiri!

sumber daya alam sumbar

Sumberdaya alam adalah sumberdaya yang terbentuk melalui kekuatan atau gaya alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan sinar surya atau matahari, mineral, bentang alam (landscape), panas bumi dan gas bumi, angin, pasang surut atau arus laut. Adapun Lingkungan hidup adalah sistem kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia dalam mengelola sumberdaya alam yang ada disekitarnya.
Pembangunan yang sedang dan akan dilakukan di Sumatera Barat hendaknya mempertimbangkan faktor Lingkungan dan sumberdaya alam yang ada. Pembangunan di daerah ini hendaknya selalu didasarkan kepada pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Makin banyak suatu daerah mempunyai sumberdaya alam dan dimanfaatkannya sumberdaya alam itu secara efisien, maka makin baiklah harapan akan tercapainya keadaan kehidupan dan kesejahteraan rakyat daerah ini dalam jangka panjang.
Potensi sumber daya alam di Sumatera Barat tergolong cukup banyak. Daerah ini mempunyai daerah perairan laut yang cukup luas di sepanjang tepi barat pulau Sumatera dan adanya kepulauan Mentawai yang menjadi perisai untuk menahan gelombang Lautan Hindia yang cukup besar. Sumber daya alam dari laut seperti beraneka jenis ikan, budidaya kerapu, rumput laut, udang, kepiting dan mutiara masih sangat besar peluangnya untuk ditingkatkan. Aneka biota laut ini disamping untuk konsumsi, juga mempunyai potensi sebagai bahan baku industri terutama industri farmasi. Penelitian dalam bidang ini perlu dipacu agar biologi sumber daya laut yang ada dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan Masyarakat propinsi Sumatera Barat. Apalagi luas perairan laut Sumatera Barat mencapai 186.500 km2 dengan panjang garis pantai lebih kurang 2.420,385 km.

Potensi kelautan yang belum dimanfaatkan sama sekali adalah energi yang dihasilkan oleh ombak atau gelombang laut yang menghempas ke pantai. Energi kinetik dari ombak dan gelombang ini dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Pembuatan Pusat pembangkit tenaga gelombang laut ini dapat dibuat dalam skala kecil, menengah dan besar. Adapun potensi air danau telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air diantaranya air danau Singkarak dan Maninjau dengan adanya PLTA Singkarak dan Maninjau serta yang baru dibangun adalah PLTA Koto Panjang di kabupaten 50 Kota.
Disamping dari energi gelombang dan ombak laut, energi surya juga melimpah di propinsi ini. Rata-rata penyinaran matahari dalam sehari antara 7 – 10 jam, jika saja energi surya ini dapat dikumpulkan dalam sel-sel penyerap panas matahari maka dapat digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil dan menengah. Jika potensi sumberdaya alam yang berlimpah baik dari energi gelombang laut maupun energi surya, maka kebutuhan masyarakat akan listrik yang kian hari kian bertambah dapat dipenuhi.
Daerah daratan yang ada di Sumatera Barat terbagi atas daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000 sampai dengan 2.500 m dpl yang terdapat di sebelah tengah-barat, serta daerah dataran rendah yang relatif sempit disepanjang pantai serta sebelah timur dengan ketinggian dari 1 hingga < 1,000 m. Cukup luasnya kawasan pegunungan atau dataran tinggi menjadikan lahan yang dapat diusahakan secara optimal untuk mekanisasi pertanian, pemukiman dan industri relative terbatas akibat kendala kelerengan lahan yang agak curam sampai sangat curam. Perbedaan topografi atau kelerengan yang cukup besar menjadikan kawasan dataran tinggi rentan terhadap bahaya longsor dan erosi.
Sumber daya alam terutama hutan yang ada di kepulauan Mentawai sangat berpotensi untuk diolah secara optimum dengan dilandasi sifat kehati-hatian agar kelestariannya terjaga untuk masa yang akan datang. Di lain pihak, potensi daerah pegunungan jika dimanfaatkan secara hati-hati, mempunyai potensi yang luar biasa Sumber daya alam di daerah pegunungan menyimpan kekayaan hayati hutan tropis yang sangat besar. Ketersediaan plasma nutfah asli daerah tropis belum terungkap sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat seperti tumbuhan asli dan kandungan esensial yang ada mungkin dapat digunakan sebagai bahan pengobatan, bahan baku industri dan lain-lain. Kawasan pegunungan juga berpotensi untuk dijadikan daerah tujuan wisata alam asalkan pembukaan dan pengelolaannya dikerjakan dengan rencana yang baik. Daerah pegunungan tujuan wisata alam seperti di kabupaten Tanah Datar, Agam, Solok, dan kota Padang Panjang.
Potensi sumber daya air alami juga melimpah di daerah ini. Sumber air alami didapatkan dari 2 danau yang besar seperti danau Singkarak dan Maninjau serta 3 danau yang relative kecil seperti Danau Diatas, Dibawah dan Talang. Sumber daya air permukaan ini, baik yang berasal dari danau maupun sungai-sungai yang umumnya berasal dari mata air di pegunungan, diperkirakan mempunyai potensi 43 milyar m3. Potensi air bersih alami untuk sumber air minum mineral dapat dibuat di daerah sekitar G. Talang di Kabupaten Solok, G. Marapi dan G. Singgalang di kabupaten Tanah Datar, Agam dan Padang Panjang serta di G. Pasaman/Talamau di kabupaten Pasaman.
Potensi bahan galian, seperti deposit pasir dan batu gunung, liat silika dan besi oksida serta kapur sebagai bahan dasar industri semen, terdapat di kota Padang dan telah dimanfaatkan lebih dari 50 tahun oleh PT Semen Padang dan di daerah sekitar danau Singkarak di kabupaten Solok dan Padang Panjang. Deposit batu kapur yang bisa dieksploitasi di kota Padang Panjang tercatat sebanyak 43 juta ton. Kabupaten Padang Pariaman juga menyimpan potensi sumber daya alam galian seperti obsidian dan batu andesit.
Oleh sebab itu untuk menjamin kelangsungan pembangunan di Sumatera barat, maka perencanaan, penggunaan, pengelolaan dan penyelamatan sumber daya alam ini perlu dilakukan dengan lebih cermat. Faktor-faktor eksternal dan dampak lingkungan harus diperhitungkan. Hubungan-hubungan ekologis dalam tata lingkungan yang berlaku seyogyanya tidak diabaikan sehingga kelangsungan pembangunan dapat terjamin secara menyeluruh

sejarah minangkabau

Sejarah Sumatera Barat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Dari zaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Suma­tera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walau­pun masyarakat Mentawai diduga te­lah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sa­ngat sedikit.

Daftar isi

Masa Prasejarah

Di pelosok desa Mahat, Suliki Gunung Mas, Kabupaten Lima Puluh Kota banyak ditemukan peninggalan kebudayaan megalitikum. Bukti arkeologis yang dite­mukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah Lima Puluh Kota dan sekitarnya merupakan daerah pertama yang dihuni oleh nenek moyang orang Minangkabau. Penafsiran ini ber­alasan, karena dari luhak Lima Puluh Kota ini mengalir beberapa sungai besar yang bermuara di pantai timur pu­lau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.
Nenek moyang orang Minang­kabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (In­dochina) mengarungi Laut Cina Sela­tan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian melayari sungai Kampar, sungai Siak, dan sungai Inderagiri. Setelah melakukan perjalanan panjang, mereka tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta per­adaban di wilayah Luhak Nan Tigo (Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar) sekarang.
Percampuran dengan para penda­tang pada masa-masa berikutnya me­nyebabkan tingkat kebudayaan mere­ka jadi berubah dan jumlah mereka ja­di bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka merantau ke berba­gai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke utara, menuju Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Sebagian lain pergi ke arah selatan menuju Solok, Sijunjung dan Dharmasraya. Banyak pula di antara me­reka yang menyebar ke bagian barat, teruta­ma ke daerah pesisir, seperti Tiku, Pariaman, dan Painan.

Kerajaan-kerajaan Minangkabau

Menurut tambo Minangkabau, pada periode abad ke-1 hingga abad ke-16, banyak berdiri kerajaan-kerajaan kecil di selingkaran Sumatera Barat. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Kesultanan Kuntu, Kerajaan Kandis, Kerajaan Siguntur, Kerajaan Pasumayan Koto Batu, Bukit Batu Patah, Kerajaan Sungai Pagu, Kerajaan Inderapura, Kerajaan Jambu Lipo, Kerajaan Taraguang, Kerajaan Dusun Tuo, Kerajaan Bungo Setangkai, Kerajaan Talu, Kerajaan Kinali, Kerajaan Parit Batu, Kerajaan Pulau Punjung dan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan-kerajaan ini tidak pernah berumur panjang, dan biasanya berada dibawah pengaruh kerajaan-kerajaan besar, Malayu dan Pagaruyung.

Kerajaan Malayu

Kerajaan Malayu diperkirakan pernah muncul pada tahun 645 yang diperkirakan terletak di hulu sungai Batang Hari. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit, kerajaan ini ditaklukan oleh Sriwijaya pada tahun 682. Dan kemudian tahun 1183 muncul lagi berdasarkan Prasasti Grahi di Kamboja, dan kemudian Negarakertagama dan Pararaton mencatat adanya Kerajaan Malayu yang beribukota di Dharmasraya. Sehingga muncullah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275-1293 di bawah pimpinan Kebo Anabrang dari Kerajaan Singasari. Dan setelah penyerahan Arca Amonghapasa yang dipahatkan di Prasasti Padang Roco, tim Ekpedisi Pamalayu kembali ke Jawa dengan membawa serta dua putri Raja Dharmasraya yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dinikahkan oleh Raden Wijaya raja Majapahit pewaris kerajaan Singasari, sedangkan Dara Jingga dengan Adwaya Brahman. Dari kedua putri ini lahirlah Jayanagara, yang menjadi raja kedua Majapahit dan Adityawarman kemudian hari menjadi raja Pagaruyung.

Kerajaan Pagaruyung

Sejarah propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Adityawarman. Ra­ja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Aditya­warman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang di­percayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh pen­ting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pe­merintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kon­tribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Buddha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter­bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pa­riangan, Padang Barhalo, Candi, Bia­ro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepe­ninggal Adityawarman hingga perte­ngahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Su­matera Barat dengan dunia luar, ter­utama Aceh semakin intensif. Sumate­ra Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memo­nopoli kegiatan perekonomian di dae­rah ini. Seiring dengan semakin inten­sifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Syekh Burhanuddin dianggap sebagai pe­nyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan aga­ma Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.

Kerajaan Inderapura

Jauh sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri, di bagian selatan Sumatera Barat sudah berdiri kerajaan Inderapura yang berpusat di Inderapura (kecamatan Pancung Soal, Pesisir Selatan sekarang ini) sekitar awal abad 12. Setelah munculnya Kerajaan Pagaruyung, Inderapura pun bersama Kerajaan Sungai Pagu akhirnya menjadi vazal kerajan Pagaruyung.
Setelah Indonesia merdeka sebagian besar wilayah Inderapura dimasukkan kedalam bagian wilayah provinsi Sumatera Barat dan sebagian ke wilayah Provinsi Bengkulu yaitu kabupaten Pesisir Selatan sekarang ini.

Masuknya bangsa Eropa

Pengaruh politik dan ekonomi A­ceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidak­puasan ini akhirnya diungkapkan de­ngan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Ba­rat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.
Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelan­cong berkebangsaan Perancis yang ber­nama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1529. Namun bangsa Ba­rat yang pertama datang dengan tu­juan ekonomis dan politis adalah bang­sa Belanda. Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pan­tai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belan­da, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu ju­ga terdiri dari bangsa Portugis dan Inggris.

Perang Padri

Perang Paderi meletus di Minangkabau antara sejak tahun 1821 hingga 1837. Kaum Paderi dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan penjajah Hindia Belanda.
Gerakan Paderi menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di masyarakat Minang, seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium), minuman keras, tembakau, sirih, juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan dan umumnya pelaksanaan longgar kewajiban ritual formal agama Islam.
Perang ini dipicu oleh perpecahan antara kaum Paderi pimpinan Datuk Bandaro dan Kaum Adat pimpinan Datuk Sati. Pihak Belanda kemudian membantu kaum adat menindas kaum Padri. Datuk Bandaro kemudian diganti Tuanku Imam Bonjol.
Perang melawan Belanda baru berhenti tahun 1838 setelah seluruh bumi Minang ditawan oleh Belanda dan setahun sebelumnya, 1837, Imam Bonjol ditangkap.
Meskipun secara resmi Perang Paderi berakhir pada tahun kejatuhan benteng Bonjol, tetapi benteng terakhir Paderi, Dalu-Dalu, di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, barulah jatuh pada tahun 1838.

Dari Perang Padri sampai Perang Belasting

Berakhirnya perang Padri menandai perubahan besar di Minangkabau. Kerajaan Pagaruyung runtuh dan di tempatnya berdiri pemerintahan Hindia Belanda.
Belanda memerintah diatur oleh perjanjian Plakat Panjang (1833). Di dalamnya Belanda berjanji untuk tidak mencampuri masalah adat dan agama nagari-nagari di Minangkabau. Belanda juga menyatakan tidak akan memungut pajak langsung. Hal ini menyebabkan para pemimpin Minangkabau membayangkan dirinya sebagai mitra bukannya bawahan Belanda.
Sebagaimana di daerah lain di Hindia Belanda pemerintah kolonial memberlakukan Tanam Paksa (cultuurstelsel) di Sumatera Barat. Sistem ini menjadikan para pemimpin adat sebagai agen kolonial Belanda.
Penjajahan Belanda berpengaruh besar pada tatanan tradisional masyarakat Minangkabau. Di Sumatera Barat Belanda membuat jabatan baru, seperti penghulu rodi. Kerapatan Nagari dijadikan sebagai lembaga pemerintahan terendah, dan kepemimpinan kolektif para penghulu ditekan dengan keharusan memilih salah seorang penghulu menjadi Kepala Nagari. Serikat nagari-nagari (laras, Bahasa Minang: lareh) yang sebenarnya merupakan persekutuan longgar atas asas saling menguntungkan, dijadikan sebagai lembaga pemerintahan yang setara dengan kecamatan.
Belanda juga berusaha mematikan jalur perdagangan tradisional Minangkabau ke pantai timur Sumatera yang menyusuri sungai-sungai besar yang bermuara di Selat Malaka, dan mengalihkannya ke pelabuhan di pantai Barat seperti Pariaman dan Padang. Pada tahun 1908 Belanda menghapus sistem Tanam Paksa dan memberlakukan pajak langsung. Perang Belasting pun meletus.

Gerakan Islam Modernis di Minangkabau

Perlawanan terhadap Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-20 memiliki warna Islam yang pekat. Dalam hal ini gerakan Islam modernis atau yang lebih dikenal sebagai Kaum Muda sangat besar peranannya.
Ulama-ulama Kaum Muda mendapat pengaruh besar dari modernis Islam di Kairo, yaitu Muhammad Abduh dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan juga senior mereka Jamaluddin Al-Afghani. Para pemikir ini punya kecenderungan berpolitik, namun karena pengaruh Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang menjadi guru ulama Kaum Muda generasi pertama mereka umumnya hanya memusatkan perhatian pada dakwah dan pendidikan. Abdullah Ahmad mendirikan majalah Al-Munir (1911-1916), dan beberapa ulama kaum Muda lain seperti H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Muhammad Thaib ikut menulis di dalamnya.
Dari majalah ini pemikiran kaum muda semakin disebarkan. Ulama Kaum Muda menantang konsep agama tradisional yang sudah mapan, menentang taqlid buta, dan merangsang sikap kebebasan berpikir. Tulisan dan pidato mereka memicu pertentangan dan perdebatan sengit di ranah Minang.
Tahun 1918 sebagai kelanjutan perguruan agama tradisional Surau Jembatan Besi berdirilah sekolah Sumatera Thawalib. Selain pendirinya H. Abdul Karim Amrullah guru lain yang berpengaruh di sekolah ini adalah Zainuddin Labai el-Yunusiah yang juga mendirikan sekolah Diniyah. Berbeda dengan Sumatera Thawalib yang terutama adalah perguruan agama sekolah Diniyah menekankan pada pengetahuan umum, seperti matematika, ilmu falak, ilmu bumi, kesehatan dan pendidikan. Kedua sekolah ini berhubungan erat.
Banyak tokoh pergerakan atau ulama seperti Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Djamaluddin Tamin, H. Dt. Batuah, H.R. Rasuna Said dan Hamka merupakan murid atau pernah mengajar di perguruan di Padang Panjang ini.
Di kedua perguruan ini berkembang berbagai gagasan radikal. Pada dasawarsa 1920-an sebuah gagasan baru mulai menarik hati para murid sekolah Padang Panjang: komunisme. Di Padang Panjang pentolan komunis ini terutama Djamaluddin Tamin dan H. Datuk Batuah. Gagasan baru ini ditentang habis-habisan Haji Rasul yang saat itu menjadi guru besar Sumatera Thawalib.
Gerakan Islam Modernis ini tidak didiamkan saja oleh ulama tradisional. Tahun 1930 ulama tradisional mendirikan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) untuk mewadahi sekolah Islam Tradisional.

Gerakan Partai Komunis Indonesia

Djamaluddin Tamin sudah bergabung dengan PKI pada 1922. Dalam perjalanan singkat ke Aceh dan Jawa pada tahun 1923 Datuk Batuah bertemu dengan Natar Zainuddin dan Haji Misbach. Agaknya ia terkesan dengan pendapat Haji Misbach yang menyatakan komunisme sesuai dengan Islam. Bersama Djamaluddin Tamin ia menyebarkan pandangan ini dalam koran Pemandangan Islam. Natar Zainuddin kemudian kembali dari Aceh dan menerbitkan koran sendiri bernama Djago-djago. Akhir tahun itu juga Djamaluddin Tamin, Natar Zainuddin dan Dt. Batuah ditangkap Belanda.
Setelah penangkapan tersebut pergerakan komunis malah menjadi-jadi. Tahun 1924 Sekolah Rakyat didirikan di Padang Panjang, meniru model sekolah Tan Malaka di Semarang. Organisasi pemuda Sarikat Rakyat, Barisan Muda, menyebar ke seluruh Sumatera Barat. Dua pusat gerakan komunis lain adalah Silungkang dan Padang. Bila di Padang Panjang gerakan berakar dari sekolah-sekolah di Silungkang pendukung komunis berasal dari kalangan saudagar dan buruh tambang.
Sulaiman Labai, seorang saudagar, mendirikan cabang Sarekat Islam di Silungkang, Sawahlunto pada 1915. Pada tahun 1924 cabang ini diubah menjadi Sarekat Rakyat. Selain itu berdiri juga cabang organisasi pemuda komunis, IPO.
Di Padang basis PKI berasal dari saudagar besar pribumi. Salah satu pendiri PKI cabang Padang adalah Sutan Said Ali, yang sebelumnya menjadi pengurus Sarikat Usaha Padang. Di bawah kepemimpinannya mulai tahun 1923 PKI seksi padang meningkat anggotanya dari hanya 20 orang menjadi 200 orang pada akhir 1925.
Pertumbuhan gerakan komunisme terhenti setelah pemberontakan di Silungkang 1927. Para aktivis komunis ditangkap, baik yang terlibat pemberontakan ataupun tidak. Banyak di antaranya yang dibuang ke Digul.

Sumatera Barat: 1930-an

Merebaknya partai-partai politik

Meskipun komunisme menjadi sangat populer pada dasawarsa 1920-an kaum agama yang tak setuju dengan ideologi baru itu pun tetap berkembang. Awal tahun 1920 berdiri PGAI (Persatuan Guru Agama Islam) dengan tujuan mengumpulkan ulama-ulama di Sumatera Barat. Atas prakarsa H. Abdullah Ahmad tahun 1924 berdirilah sekolah Normal Islam di Padang. Sekolah ini dimaksudkan sebagai sekolah lanjutan, lebih tinggi daripada Sumatera Thawalib yang merupakan sekolah rendah.
Setelah melawat ke Jawa tahun 1925 dan bertemu pemimpin-pemimpin Muhammadiyah di sana Haji Rasul turut mendirikan cabang Muhammadiyah. Pertama di Sungai Batang dan kemudian di Padang Panjang. Organisasi ini dengan cepat menjalar ke seluruh Sumatera Barat.
Muhammadiyah berperan penting dalam menentang pemberlakuan Ordonansi Guru di Sumatera Barat tahun 1928. Dengan ordonansi ini guru agama diwajibkan melapor kepada pemerintah sebelum mengajar. Peraturan ini dipandang mengancam kemerdekaan menyiarkan agama. Sebelumnya Muhammadiyah di Jawa sudah memutuskan meminta ordonansi ini dicabut. Pada tanggal 18 Agustus 1928 diadakanlah rapat umum yang kemudian memutuskan menolak pemberlakuan ordonansi guru.
Meskipun terlibat dalam penolakan Ordonansi Guru, berbeda dengan organisasi komunis seperti Sarikat Rakyat, pada umumnya Muhammadiyah menghindari kegiatan politik. Penumpasan gerakan komunis tahun 1927 menyebabkan banyak anggota Sarekat Rakyat atau simpatisannya berpaling ke Muhammadiyah mencari perlindungan. Para anggota yang lebih radikal ini tidak puas dan kemudian banyak yang keluar untuk aktif dalam Persatuan Sumatra Thawalib. Organisasi ini pada tahun 1930 menjelma menjadi partai politik bernama Persatuan Muslim Indonesia, disingkat Permi. Dengan asas Islam dan kebangsaan (nasionalisme) Permi dengan cepat menjadi partai politik terkuat di Sumatera Barat, dan menyebar ke Aceh, Tapanuli, Riau, Jambi dan Bengkulu. Partai ini menjadi wadah utama paham Islam modernis. Tokoh-tokoh Permi yang terkenal antara lain Rasuna Said, Iljas Jacub, Muchtar Lutfi dan Djalaluddin Thaib.
Partai lain yang juga penting adalah PSII cabang Sumatera Barat yang berdiri tahun 1928, dan PNI Baru. PSII Sumatera Barat seperti Permi sangat kuat sikap anti-penjajahannya. Namun tidak seperti Permi yang berakar dari perguruan agama tokoh-tokoh PSII umumnya berasal dari pemimpin adat.
Cabang PNI Baru di Bukittinggi diresmikan Hatta tak lama setelah kepulangannya dari Belanda tahun 1932. Sebelumnya cabang Padang Panjang sudah didirikan oleh Khatib Sulaiman.
PARI pimpinan Tan Malaka (didirikan di Bangkok 1929) punya pengaruh cukup besar, meskipun anggotanya sendiri tidak banyak. Pengaruh PARI terutama lewat tulisan Tan Malaka yang disebarkan sampai tahun 1936.

Penumpasan

Pada pertengahan 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan larangan berkumpul. Yang menjadi sasaran utama di Sumatera Barat adalah Permi dan PSII. Sementara itu Rasuna Said sudah ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Jawa. Tokoh-tokoh Permi dan PSII awalnya dilarang bepergian, kemudian kedua partai dikenai larangan terbatas dalam mengadakan rapat umum. Pada akhirnya tokoh-tokoh Permi dan PSII ditangkap dan dibuang ke Digul. Permi akhirnya bubar pada 18 Oktober 1937.
Pada saat yang sama di Batavia tokoh-tokoh Partindo dan PNI Baru juga ditangkap. Sukarno diasingkan ke Flores, Hatta dan Sjahrir ke Digul. Pimpinan PNI Baru cabang Sumatera Barat sendiri dibiarkan bebas karena mereka membatasi kegiatan politik partai. Sementara itu tokoh-tokoh PARI berhasil ditahan Belanda yang bekerja sama dengan dinas Intelijen Inggris. Tan Malaka, pimpinannya, lolos.

wilayah sumbar

Wilayah Minang Kabau

oleh Minang Kabau Beutiful pada 9 Januari 2011 pukul 2:58 ·
Wilayah Minangkabau

Wilayah budaya Minangkabau adalah wilayah tempat hidup, tumbuh, dan berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Dalam tambo alam Minangkabau dikatakan wilayah Minangkabau adalah sebagai berikut:

Nan salilik gunuang Marapi : Daerah luhak nan tigo
Saedaran gunuang Pasaman : Daerah di sekeliling gunung Pasaman
Sajajaran Sago jo Singgalang : Daerah sekitar gunung Sago dan gunung Singgalang
Saputaran Talang jo Kurinci : Daerah sekitar gunung Talang dan gunung Kerinci
Dari Sirangkak nan badangkang : Daerah Pariangan Padang Panjang dan sekitarnya
Hinggo buayo putiah daguak : Daerah di Pesisir Selatan hingga Muko-Muko
Sampai ka pintu rajo hilia : Daerah Jambi sebelah barat
Hinggo durian ditakuak rajo : Daerah yang berbatasan dengan Jambi
Sipisau-pisau hanyuik : Daerah sekitar Indragiri Hulu hingga gunung Sailan
Sialang balantak basi : Daerah sekitar gunung Sailan dan Singingi
Hinggo aia babaliak mudiak : Daerah hingga ke rantau pesisir sebelah timur
Sailiran batang Bangkaweh : Daerah sekitar danau Singkarak dan batang Ombilin
Sampai ka ombak nan badabua : Daerah hingga Samudra Indonesia
Sailiran batang Sikilang : Daerah sepanjang pinggiran batang Sikilang
Hinggo lauik nan sadidieh : Daerah yang berbatasan dengan Samudra Indonesia
Ka timua Ranah Aia Bangih : Daerah sebelah timur Air Bangis
Rao jo Mapat Tunggua : Daerah di kawasan Rao dan Mapat Tunggua
Gunuang Mahalintang : Daerah perbatasan dengan Tapanuli selatan
Pasisia banda sapuluah : Daerah sepanjang pantai barat Sumatra
Taratak aia itam : Daerah sekitar Silauik dan Lunang
Sampai ka Tanjuang Simalidu
Pucuak Jambi Sambilan Lurah : Daerah hingga Tanjung Simalidu

Batas wilayah Minangkabau menurut tambo:

Utara : Sikilang Aia Bangih
Timur : Durian ditakuak rajo, buayo putiah daguak, sialang balantak basi
Selatan : Taratak aia itam, Muko-Muko
Barat : Ombak nan badabua

Wilayah Minangkabau dibagi tiga, yaitu daerah darek, daerah rantau, dan daerah pasisia.

WILAYAH DAREK

Wilayah darek adalah daerah asli Minangkabau, yakni Luhak Nan Tigo. Dalam kisah tambo, luhak artinya berkurang.

1. Luhak Tanah Datar

Luhak Tanah Datar disebut juga luhak nan tuo karena luhak ini adalah luhak yang mula-mula ada di Minangkabau. Ungkapan khas luhak ini “buminyo lembang, aianyo tawa, ikannyo banyak”. Ini menggambarkan masyarakatnya yang ramai, statusnya tidak merata.

Asal usul Luhak Tanah Datar:

Dahulu kala, ketika nenek moyang orang Minangkabau masih tinggal di puncak gunung Merapi, ada tiga sumur (luhak). Salah satu dari ketiga sumur ituada terletak di tanah yang datar. Orang yang biasa minum dari sumur tersebut pindah ke suatu tempat, yang kemudian dinamakan Luhak Tanah Datar, sesuai tempat sumur mereka.

Nenek moyang orang Minangkabau pertama-tama membuat nagari di Pariangan Padang Panjang. Lama-kelamaan nagari itu terasa sempit karena penduduk berkembang juga, dan akhirnya mereka mencari daerah baru. Salah satu daerah itu adalah daerah yang tidak datar. Tanahnya berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Nama tempat itu mereka tetapkan sesuai dengan kondisi daerahnya, yakni Luhak Tanah Datar. Luhak disini mengandung makna “kurang”, jadi daerah yang tanahnya kurang datar.

Nagari-nagari yang termasuk Luhak Tanah Datar:

1. Tampuak Tangkai Pariangan Salapan Koto
-> Pariangan, Padang Panjang, Guguak, Sikaladi, Koto Tuo, Tanjuang Limau, Sialahan, Batu Basa.

2. Tujuah Langgam di Hilia
-> Turawan, Padang Lua, Padang Magek, Sawah Kareh, Kinawai, Balimbiang, Bukik Tamusu.

3. Limo Kaum Duo Baleh Koto
-> Dusun Tuo, Balah Labuah, Balai Batu, Kubu Rajo, Piliang, Ngungun, Panti, Silabuak Ampalu, Parambahan, Cubadak, Supanjang, Pabalutan, Sawah Jauah, Rambatan, Tabek Sawah Tangah.

4. Sambilan Koto di Dalam
-> Tabek Boto, Salagondo, Baringin, Koto, Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Ameh, Ambacang Baririk, Rajo Dani.

5. Tanjuang Nan Tigo, Lubuak Nan Tigo
-> Tanjuang Alam, Tanjuang Sungayang, Tanjuang Barulak, Lubuak Sikarah, Lubuak Simauang, Lubuak Sipurai.

6. Sungai Tarab Tujuah Batu
-> Limo Batu, Tigo Batu, Ikua Kapalo Kapak, Randai Gombak Katitiran, Koto Tuo Pasia Laweh, Koto Baru, Rao-Rao, Salo Patir Sumaniak, Supayang, Situmbuak, Gurun Ampalu, Sijangek Koto Badampiang.

7. Langgam Nan Tujuah
-> Labutan, Sungai Jambu, Batipuah Nagari Gadang, Tanjuang Balik Sulik Aia, Singkarak, Saniang Baka, Silungkang, Padang Sibusuak, Sumaniak, Suraso.

8. Batipuah Sapuluah Koto
-> Batipuah, Koto Baru Aia Angek, Koto Laweh Pandai Sikek, Panyalaian, Bukik Suruangan, Gunuang, Paninjauan, Jaho Tambangan, Pitalah Bungo Tanjuang, Sumpu Malalo, Singgalang.

9. Lintau Buo Sambilan Koto
-> Batu Bulek, Balai Tangah, Tanjuang Bonai, Tapi Selo Lubuak Jantan, Buo, Pangian, Taluak Tigo Jangko.

2. Luhak Agam

Luhak Agam disebut juga luhak nan tangah karena setelah berdirinya Luhak Tanah datar, luhak Agam-lah yang berdiri. Ungkapan khas luhak ini “buminyo angek, aianyo karuah, ikannyo lia”. Ini menggambarkan masyarakatnya yang berwatak keras, masyarakatnya heterogen, persaingan hidup tajam.

Asal usul Luhak Agam:

Di gunung Merapi terdapat pula sumur (luhak) yang ditumbuhi rumput mensiang (agam). Mereka yang biasa minum di sumur itu pindah ke suatu tempat. Tempat pindahnya itu kemudian dinamakan sesuai nama sumur tempat mereka biasa minum, yakni Luhak Agam.

Setelah rombongan ke Tanah Datar berangkat dari Pariangan Padang Panjang, berangkat pulalah rombongan kedua menuju utara. Di tempat tujuannya itu mereka menemukan daerah yang dipenuhi oleh tumbuhan mensiang (agam). Akhirnya tempat itu dinamakan Lubuak Agam yang kemudian berubah menjadi Luhak Agam.

Nagari-nagari yang termasuk Luhak Agam:

1. Ampek-Ampek Angkek
-> Agam Biaro Balai Gurah jo Lambah Panampuang, Canduang Koto Laweh jo Lasi Bukik Batabuah, Parik Putuih jo Tanjuang Alam, Pasia jo Ampang Gadang, Kurai Banuhampu jo Sianok Koto Gadang, Sariak jo sungai Pua, Batagak Batu Palano, Balingka Koto Pambatan jo Guguak Tabek, Sirajo, Kamang Hilia jo Kamang Mudiak, Tilatang jo Parik Rantang, Kapau jo Magek, Salo jo Koto Baru, Sungai Janiah jo Tabek Panjang, Ujuang Guguak jo Padang Tarok, Sungai Angek jo Sungai Cubadak, Koto Tinggi jo Kubang Pipik, Koto Gadang Pincuran Puti.

2. Lawang Nan Tigo Balai
-> Matua Palembayan, Malalak, Sungai Landie.

3. Nagari Sakaliliang Danau Maninjau
>> Maninjau jo Sungai Batang, Sigiran jo Tanjuang Sani, Bayua jo Koto Kaciak, Koto Gadang Koto Malintang, Paninjauan jo Batu Kambiang, Lubuak Basuang jo Manggopoh.

3. Luhak Limo Puluah Koto

Luhak Limo Puluah Koto disebut juga luhak nan bungsu karena luhak ini adalah luhak yang terakhir berdiri di Minangkabau. Ungkapan khas luhak ini “buminyo sajuak, aianyo janiah, ikannyo jinak”. Ini menggambarkan masyarakatnya yang homogen dan penuh kerukunan, memiliki ketenangan dalam berpikir.

Asal usul Luhak Limo Puluah Koto:

Sumur yang ketiga di puncak gunung Merapi menjadi tempat minum 50 keluarga. Kemudian mereka pindah ke sebelah timur gunung Merapi dan memberi nama tempat baru itu dengan Luhak Limo Puluah, kemudian ditambah dengan kata “koto” di belakangnya.

Berangkat sebanyak 50 orang dari Pariangan. Sampai di suatu tempat mereka bermalam. Pagi-pagi ternyata anggota rombongan kurang lima orang, entah ke mana. Jadi anggota rombongan telah berkurang (luhak). Lalu anggota rombongan yang tinggal membuat daerah baru yang diberi nama Luhak Limo Puluah Koto.

Menurut tambo, Luhak Limo Puluah Koto terdiri dari lima bagian:
# Sandi : Koto Nan Gadang, Koto Nan Ampek.
# Luhak : Mungo, Koto Kaciak, Andaleh, Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kumuyang, Aua Kuniang, Tanjuang pati, Gadih Angik, Limbukan, Padang Karambia, Limau Kapeh, Aia Tabik Limo.
# Lareh : Sitanang Muaro Lakin, Ampalu, Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang Gadang, Unggan, Gunuang Sahilan.
# Ranah : Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Balai Talang, Balai Kubang, Taeh, Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuak Batingkok, Tarantang, Sari Lamak, Solok, Padang Laweh.
# Hulu : Padang Laweh, Sungai Patai, Suliki, Gunuang Sago, Labuah Gunuang, Balai Koto Tinggi.


WILAYAH RANTAU

Wilayah rantau Minangkabau adalah daerah di luar Luhak Nan Tigo yang awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi orang Minangkabau. Selain itu juga ada daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yakni daerah perbatasan wilayah luhak dan rantau. Masing-masing luhak memiliki wilayah rantau sendiri.

1. Rantau Luhak Tanah Datar

Masyarakat Luhak Tanah Datar merantau ke arah barat dan tenggara. Daerah rantaunya:

1. Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah
>> Lubuak Ambacang, Lubuak Jambi, Gunuang Koto, Benai, Pangian, Basra, Sitanjua, Kopa, Taluak Ingin, Inuman, Surantiah, Taluak Rayo, Simpang Kulayang, Aja Molek, Pasia Ringgit, Kuantan, Talang Mamak, Kualo Thok.

2. Rantau Pasisia Panjang (Rantau Banda Sapuluah)
>> Batang Kapeh, Kuok, Surantiah, Ampiang Perak, Kambang, Lakitan, Punggasan, Aia Haji, Painan Banda Salido, Tarusan, Tapan, Lunang, Silauik, Indropuro.

Daerah Ujuang Darek Kapalo Rantaunya adalah Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Sicincin, Toboh Pakandangan, Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang, Tujuah Koto, dan Sungai Sariak.

2. Rantau Luhak Agam

Penduduk Luhak Agam menyebar ke arah utara dan barat. Daerah rantaunya adalah sepanjang pantai Lautan Hindia, Pasaman Barat, Pasaman Timur, Panti, Rao, Lubuak Sikapiang, dll.

Daerah Ujuang Darek Kapalo Rantaunya adalah Palembayan, Silaras Aia, Lubuak Basuang, Kampuang Pinang, Simpang Ampek, Sungai Garinggiang, Lubuak Bawan, Tigo Koto, Garagahan, dan Manggopoh.

3. Rantau Luhak Limo Puluah Koto

Wilayah rantau Luhak Limo Puluah Koto memasuki daerah Riau daratan sekarang, yakni Rantau Kampar Kiri dan Rantau Kampar Kanan.

Daerah rantaunya meliputi Manggiliang jo Tanjuang Balik, Pangkalan jo Koto Alam, Gunuang Malintang, Muaro Paeti, Tanjuang Baringin sampai Rokan Pandalian, Sangingi, Gunuang Sailan, Kuntu jo lipek Kain, Ludai jo Ujuang Bukik, Sanggan jo Tanjuang Balik, Tigo Baleh Koto Kampar, Sibiruang, Gunuang Malelo, Tabiang jo Tanjuang, Gunuang Bungsu, Muaro Takuih, Pangkai jo Binamang, Tanjuang Abai jo Pulau Gadang, Baluang Koto Sitangkai, Tigo Baleh jo Lubuak Aguang, Limo Koto Kampar Kuok jo Slao, Bangkinang jo Rumbio, Aia Tirih, Taratak Buluah, Pangkalan Indawang, Pangkalan Kapeh, dan Pangkalan Sarai jo Koto Laweh.

4. Rantau Nan Sambilan (Negeri Sembilan)

Daerah rantau ini terletak di Malaysia sekarang. Nagarinya adalah Sungai Ujong, Jelebu, Jehol, Rembau, Segamat, Naniang, Kelang, Pasir Besar, dan Jelai.

WILAYAH PASISIA

Wilayah pasisia adalah daerah sepanjang pantai barat Pulau Sumatra bagian tengah, membentang dari perbatasan Minangkabau dengan Tapanuli selatan hingga Muko-Muko (Bengkulu).

Wilayah pasisia lazim dibagi dua:

1. Pasisia Tiku Pariaman

1. Ranah Pasisia
>> Silauik jo Lunang, Indropuro jo Aia Haji, Pungasan jo Sunagai Tunu, Labuan Balai Salasa, Surantiah jo Sungai Sirah, Lakitan jo Koto Baru, Kambang jo Ampiang Parak, Taratak jo Batang Kapeh, Salido jo Painan, Lumpo jo Asam Kumbang, Bayang Koto Barapak, Tarusan Koto Sabaleh.

2. Padang Salapan Suku
>> Lubuak Kilangan, Nan Duo Puluah, Pauah Limo, Pauah Sambilan, Sungai Sapiah, Lubuak Minturun, Koto Tangah, Lubuak Buayo.

3. Piaman Laweh
>> Kasang jo Duku, Sintuak jo Lubuak Aluang, Sunua jo kurai Taji, Toboh jo Pakandangan, Tiku jo Pariaman, Nareh jo Sungai Limau, Malai Sungai Garinggiang, Limo Koto jo Kampuang Dalam, Sungai Sariak Nan Sabarih, Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang.

2. Pasisia Pasaman

>> Sasak jo Kinali, Parik Batu jo Koto Baru, Padang Tujuah jo Aua Kuniang, Lubuak Pudiang jo Aia Gadang, Sontang Muaro Kiawai, Sungai Aua jo Ujuang Gadiang, Parik jo Aia Bangih, Pinaga jo Kajai, Talu jo Sinurut, Cubadak jo Simpang Tonang, Rao jo Padang Nunang, Panti Lubuak Sikapiang, Bonjo jo Kumpalan, Malampeh Alahan Mati Cadang Panjang jo Aia Manggi.

Suku Minangkabau atau Minang atau seringkali disebut Orang Padang adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Suku ini terutama terkenal karena adatnya yang matrilineal walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam.

Suku Minang terutama menonjol dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan,Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini, populer dengan sebutan,masakan Padang sangat terkenal.

Suku Minang pada masa kolonial Belanda juga terkenal sebagai suku yang terpelajar. Oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Hindia-Belanda sebagai pengajar, ulama dan menjadi pegawai pemerintah. Di samping itu, mereka juga aktif dalam mengembangkan sastra Indonesia modern, dimana hal ini tampak dari banyaknya sastrawan Indonesia di pada masa 1920 - 1960 yang berasal dari suku Minang. Pada masa kolonial, kebanyakan dari mereka yang terpelajar ini datang dari suatu tempat bernama Koto Gadang, suatu nagari yang dipisahkan dari kota Bukittinggi oleh lembah yang bernama Ngarai Sianok. Sampai sekarang mayoritas suku Minang menyukai pendidikan, disamping tentunya perdagangan.

Suku-suku dalam Etnik Minangkabau
Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak lagi klan, yang oleh orang Minang sendiri hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu, Jambak; selain terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal dalam suatu rumah yang disebut Rumah Gadang.


Di masa awal Minangkabau mengemuka, hanya ada empat suku dari dua lareh atau kelarasan (laras). Suku-suku tersebut adalah:

Suku Koto
Suku Piliang
Suku Bodi
Suku Caniago
Dan dua kelarasan itu adalah :

Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan
Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:

Lareh Koto Piliang menganut sistem budaya Aristokrasi Militeristik
Lareh Bodi Caniago menganut sistem budaya Demokrasi Sosialis
Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang, diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego.

Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:

Suku Tanjung
Suku Sikumbang
Suku Sipisang
Suku Bendang
Suku Melayu (Minang)
Suku Guci
Suku Panai
Suku Jambak
Suku Kutianyie
Suku Kampai
Suku Payobada
Suku Pitopang
Suku Mandailiang
Suku Mandaliko
Suku Sumagek
Suku Dalimo
Suku Simabua
Suku Salo
Suku Singkumbang

Sosial Kemasyarakatan
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan

Kebudayaan

Pakaian adat MinangkabauLihat pula: Kebudayaan Minang

Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal, yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.

Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat suku Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai."

Upacara dan Festival
Turun mandi
Batagak pangulu
Turun ka sawah
Manyabik
Hari Rayo
Tabuik

Kesenian
Randai
Pencak Silat
Saluang
Talempong
Tari Piring
Tari Payung
Tari Pasambahan
Tari Indang
Sambah manyambah
Nasi Kapau

Kerajinan Tangan
Songket yang dikerjakan oleh Pandai Sikek

Makanan

RendangRendang
Sambal Balado
Kalio
Gulai Cancang
Samba Lado Tanak
Palai
Lamang
Bubur Kampiun
Es Tebak
Gulai Itik
Gulai Kepala Ikan Kakap Merah
Sate Padang
Soto Padang
Asam Padeh
Keripik Jangek
Keripik Balado
Keripik Sanjai
Dakak-dakak
Galamai
Amping Badadih

Minang Perantauan

Rumah GadangMinang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %), kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya sebesar 10,5 %.

Saat ini diperkirakan jumlah Minang perantauan bisa mencapai 70 %, bahkan lebih. Hal ini berdasarkan penelitian acak, yang menyebutkan setiap keluarga di ranah Minang, dua pertiga saudaranya hidup di perantauan[rujukan?]. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Migrasi besar-besaran pertama terjadi pada abad ke-15, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke Negeri Sembilan, Malaysia. Kemudian gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-19, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak privelese untuk mendiami kawasan kerajaan Riau-Lingga.

Peta Wisata Minang Kabau Beautiful


danau Singkarak