Senin, 18 Februari 2013

Dilema Perempuan Minang

Dilema Gadih Minang

Berbicara masalah perempuan atau wanita, seolah tidak pernah habis dan putus-putusnya. Wanita adalah sosok fenomenal yang selalu menjadi topik utama. Namun saat ini bila melihat posisi wanita, atau dalam bahasa minangnya “Padusi atau gadih” menjadi pro dan kontra bagi mayoritas banyak. Di satu sisi, gadis minang dituntut untuk terus melekatkan adat yang dibawanya tanpa adanya perubahan. Memakai jeans, memakai baju ketat, adalah pantangan yang sangat nyata bagi tokoh-tokoh adat. Bahkan kalau bisa setiap hari gadih minang diwajibkan memakai baju kurung. Namun jika melihat situasi yang dihadapi, dalam globalisasi yang semakin hari semakin menjalar ke dalam masyarakat, termasuk gadih minang, karir ataupun masa depan juga harus dituntut bagi perempuan minang.

gadih minang juga ingin memakai pakaian trend seperti sekarang ini. Naik angkot atau turun angkot rasanya terlalu susah dengan mengandalkan baju kurung, rasanya lebih praktis jika memakai celana jeans. Dilain pihak mamak juga tidak lagi menafkahi kemenakannya, secara materil. Sekarang ini ayah atau orangtualah yang membiayai semua kebutuhan anak. Jadi paling tidak sedikit demi sedikit rasa penghormatan terhadap mamak juga berkurang. Tidak seperti dahulu sang gadih minang hanya menunggu harta warisan dari mamak. Mengelola harta yang memang sudah ada dari mamak. Untuk gadih minang mungkin secara tidak langsung sengaja atau tidak ikut menanggalkan adat ataupun pembawaan minangnya. gadih minang berusaha meniti karir layaknya kaum adam. Memang ini adalah kendala yang masih jadi pertanyaan, seperti apa dan bagaimana cara bagi gadih minang agar tetap berkarir tanpa melupakan posisinya. Dilema ini masih jadi perdebatan yang panjang bagi tokoh-tokoh masyarakat yang ikut peduli ataupun sakit mata saat gadih minang sudah jauh dari keminangannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar